Rabu, 01 Desember 2010

Perang Korea Mempercepat Pembentukan Blok Baru

Ardi Winangun - detikNews

<p>Your browser does not support iframes.</p>

<a href='http://openx.detik.com/delivery/ck.php?n=a59ecd1b&cb=INSERT_RANDOM_NUMBER_HERE' target='_blank'><img src='http://openx.detik.com/delivery/avw.php?zoneid=24&cb=INSERT_RANDOM_NUMBER_HERE&n=a59ecd1b' border='0' alt='' /></a>

Jakarta - Serangan terbuka Korea Utara ke Korea Selatan, pada 23 November 2010, bisa memancing pihak-pihak lain untuk terlibat dalam perang tersebut, atau membuka perang di belahan dunia lain. Meski tidak ada lagi Blok Barat dan Blok Timur, namun perang Korea masih memancarkan terjadinya peperangan kedua blok itu. Korea Utara sebagai negara yang masih menganut ideologi komunisme sosialisme, sementara Korea Selatan berwajah negara kapitalisme.

Perang Korea menjadi simbol perlawanan dari kelompok yang selama ini ditindas oleh Amerika Serikat dengan kelompok yang menjadi sekutu Amerika Serikat, sehingga perang Korea itu bisa jadi sangat menarik dan mendapat dukungan dari Iran dan Venezuela. Sebab selama ini Korea Utara, Iran dan Venezuela adalah negara yang merasakan arogansi Amerika Serikat.

Dengan adanya Perang Korea, maka negara yang selama ini mempunyai visi dan misi yang sama untuk melawan ketidakadilan dunia, notabene dilakukan oleh Amerika Serikat, maka negara itu akan mempercepat pembentukan blok baru. Pembentukan blok baru itu bagi mereka adalah sebuah keniscayaan sebab Amerika Serikat sebagai sebuah negara dalam menjalan politik luar negerinya tidak sendiri. Di belakang Amerika Serikat, ada Inggris, Australia dan beberapa negara Eropa lainnya.

Salah satu kemungkinan terjadinya pembentukan blok baru itu adalah persekutuan negara-negara Amerika Latin dan Iran. Rintisan itu sudah dilakukan oleh Presiden Iran Mahmud Ahmadinejad, Presiden Venezuela Hugo Chaves, Presiden Bolivia Evo Moralles, dan Brasil ketika dipimpin oleh Lula da Silva.

Paling semangat dalam melawan arogansi Amerika Serikat dilakukan oleh Mahmud Ahmadinejad dan Hugo Chaves. Bisa dikatakan hubungan antara Mahmud Ahmadinejad dan Hugo Chaves sebuah hubungan yang unik dan sangat spesial. Di antara kedua pemimpin itu disebut telah mengadakan pertemuan hingga sampai 9 kali. Dalam setiap pertemuan, kedua pemimpin selain menyepakati peningkatan hubungan kedua negara, keduanya secara lantang juga menyerukan perlawanan terhadap kekuatan imperalisme dan globalisasi yang dikemudikan oleh Amerika Serikat.

Perbedaan ideologi dan agama kedua negara bukan menjadi sekat atau hambatan kedua negara untuk bersatu melawan arogansi Amerika Serikat. Setiap kebijakan politik luar
negeri yang dikeluarkan oleh Mahmud Ahmadinejad pasti akan didukung oleh Hugo Chaves, demikian sebaliknya. Ketika Eropa, Amerika Serikat, dan Israel, merasa prihatin atas terpilihnya Mahmud Ahmadinejad dalam pilpres Iran yang lalu, Hugo Chaves justru orang yang mengucapkan selamat atas terpilihnya Mahmud Ahmadinejad.

Dalam pertemuan di Iran, Oktober 2010, Mahmud Ahmadinejad dan Hugo Chaves menyepakati komitmen untuk membangun tata dunia baru guna menghapus dominasi Barat di pentas global. Saat di Teheran, Hugo Chaves bahkan mengatakan, imperialisme (Amerika Serikat) telah memasuki tahap penurunan dan seperti seekor gajah yang sedang menuju pemakaman.

Dalam menggalang kekuatan baru dunia, Mahmud Ahmadinejad tidak hanya bersepakat dengan Hugo Chaves, namun juga dengan Presiden Brasil, saat itu Luiz Inacio Lula da Silva. Dalam sebuah lawatan ke Brasil, Mahmud Ahmadinejad mengatakan, tata dunia baru harus segera dibangun di muka bumi ini. Keinginan Ahmadinejad di Brasil itu sepertinya gayung bersambut sebab Lula da Silva menyambut hangat kedatangan Mahmud Ahmadinejad itu. Bagi Amerika Serikat, sikap hangat Lula da Silva itu secara implisit mendukung program nuklir Iran. Apa yang dilakukan oleh negara bola itu bagi Amerika Serikat sebagai suatu sikap yang tidak pada tempatnya.

Apa yang diinginkan Mahmud Ahmadinejad di Brasil menjadi sebuah kenyataan, saat di Teheran, Iran, pada Mei 2010, bisa menjadi sebuah saksi bangkitnya kekuatan untuk menciptakan tata dunia baru yang selama ini didominasi oleh Barat. Pada bulan itu, Lula da Silva, PM Turki Turki Recep Erdogan, dan Mahmud Ahmadinejad mensepakati pertukaran bahan uranium Iran ke Turki, begitu sebaliknya, dari Turki ke Iran.

Kesepakatan itu otomatis akan 'melawan' kesepakatan sebelumnya, yakni Iran harus mengirim uraniumnya ke Rusia dan Perancis, dan selanjutnya Rusia dan Perancis akan mengirimkan kembali ke Iran. Dengan kesepakatan itu, maka Iran dengan di-back up oleh Brasil dan Turki akan melaksanakan kesepakatan yang baru dan mengacuhkan kesepakatan lama.

Adanya kesepakatan tiga negara tersebut, Brasil-Turki-Iran, membuat Presiden Amerika Serikat Barack Obama menjadi berang. Dalam pembicaraan telepon dengan Erdogan, Obama mengatakan pembahasan rancangan sanksi baru terhadap Iran di forum DK PBB akan terus berlanjut walau ada kesepakatan segitiga itu.

Mengapa Turki, Iran dan negara-negara di kawasan Amerika Latin seolah-olah hendak membentuk semacam aliansi? Faktornya adalah pertama, pemimpin-pemimpin negara di kawasan Amerika Latin banyak yang berlatar belakang berideologi kiri (neososialis). Di Amerika Latin, saat ini banyak tokoh-tokoh yang berhaluan kiri, dari yang radikal sampai moderat, terpilih menjadi kepala negara atau kepala pemerintahan. Banyaknya tokoh kiri menjadi pemimpin membuat Amerika Latin bergerak ke kiri (baru). Kiri yang dimaksud di sini bisa dibaca bebas sebagai pemerintahan sosialis-marxis yang radikal seperti Venezuela, Bolivia, Ekuador, Cuba, ataupun sosialis-demokrat yang moderat semisal Brasil dan Cile. Meski Lula da Silva mengakhiri jabatannya sebagai presiden, sepertinya penggantinya akan meneruskan kebijakan Lula da Silva.

Kedua, di Turki bangkitnya Partai Keadilan dan Pembangunan (AKP, Adalet ve Kalkinma Partisi) sebagai kekuatan baru yang mampu mengendalikan arah politik dalam dan luar negeri. Kemenangan AKP itu terlihat rakyat Turki setuju amandemen konstitusinya. Selama ini konstitusi yang dibuat oleh para jenderal yang setia kepada ideologi Mustafa Kemal Ataturk tidak menghasilkan tatanan yang demokratis. Kebebasan yang seharusnya dimiliki oleh rakyat dan partai politik pemenang pemilu sering dirampas oleh para tentara dengan alasan yang terkadang sering subjektif.

Ini terjadi ketika pada tahun 1995 ketika Partai Islam Refah yang dipimpin Necmettin
Erbakan memenangi pemilu, kemenangan itu partai Islam itu dicurigai akan mengubah haluan Turki dari sekular menuju negara Islam. Berangkat dari kecurigaan tersebut maka militer pada tahun 1997 melakukan kudeta dengan alasan mengamankan haluan negara.

Keberhasilan AKP dalam menempatkan dirinya, sejak kemenangannya pada Pemilu 2002, di mata Uni Eropa tidak menjadi masalah sebab partai itu bisa diajak kerjasama dalam membangun Uni Eropa. Keseriusan AKP untuk menjadikan Turki bagian dari Uni Eropa menjadikan negara-negara Eropa tidak mengkhawatirkan Turki sebagai sebuah ancaman. Meski Turki berubah haluan itu tidak menjadi masalah sebab Turki sudah menunjukan 'kesetiaannya' kepada Uni Eropa. Turki adalah anggota NATO dan meski mayoritas
berpenduduk Muslim.

Meski AKP ingin menjadi bagian dari Eropa, namun AKP tetap kritis dalam berhubungan
dengan negara-negara Eropa dalam mensikapi masalah nuklir Iran dan Israel. Sikap AKP
di bawah pimpinan Tayyip Erdogan dalam masalah nuklir Iran dan Israel ini menarik
simpati dan sejalan dengan mayoritas keinginan rakyat Turki, yakni melawan kesewenang-wenangan Amerika Serikat, Uni Eropa dan Israel yang melakukan ketidakadilan terhadap negara-negara Islam.

Ketiga, Blok China-Korea Utara. Perang Korea ini bagi Amerika Serikat merupakan sebuah pilihan yang sulit. Secara kepentingan, baik ideologi dan ekonomi, pasti Amerika Serikat mendukung Korea Selatan, namun tidak mudah bagi Amerika Serikat untuk menerjunkan bantuan militer dan alutsistanya kepada Korea Selatan. Bila Amerika Serikat secara vulgar menggelar kekuatan militernya untuk mendukung Korea Selatan dalam melawan Korea Utara, maka hal demikian akan memancing China untuk juga terlibat dalam perang itu. Sebagai sekutu lama dan seideologi komunis-sosialis, tentu China akan mendukung Korea Utara.

Apa yang dilakukan Turki, China, Iran, Korea Utara, Brasil, Venezuela, Bolivia dan negara lain yang sefaham dengan negara-negara itu merupakan sebuah sikap positif untuk membentuk tatanan dunia baru. Setidak-tidaknya mencegah kesewenangan-wenangan Amerika Serikat dan sekutunya terhadap negara lain.

*)Ardi Winangun adalah peminat studi hubungan internasional dan militer.

(vit/vit)

Selasa, 16 November 2010

Kasta Pendidikan

Ada kecenderungan warga kelas menengah ke atas kian tergila-gila untuk menyekolahkan anaknya di sekolah bertaraf internasional. Akibat tingginya permintaan itu, sekolah-sekolah pun sibuk mendirikan kelas-kelas internasional.

Berbagai fasilitas pun disulap. Ada pendingin ruangan, komputer, serta laboratorium yang lengkap. Tak ketinggalan, pelajaran pun dikemas dan disampaikan dalam bahasa Inggris.

Awalnya pihak swasta yang memprakarsai kelas dan sekolah internasional. Label 'internasional' itu sepenuhnya dibiayai orang tua murid. Di sini tak ada lagi pendidikan sebagai fungsi sosial, atau merupakan amanah Preambul Konstitusi, tetapi semata urusan dagang. Ada mutu, ada harga.

Sekolah-sekolah negeri pun kemudian tertarik mengikuti rekannya yang swasta itu. Label 'internasional' pun ditambahkan pada sejumlah sekolah negeri.

Celakanya, persis seperti sekolah swasta, label 'internasional' sekolah negeri itu pun harus pula dibiayai sendiri oleh orang tua. Di titik ini, tak ada lagi perbedaan sekolah swasta dan sekolah negeri. Padahal, apa pun predikat dan label yang disandang sekolah negeri, ia mestinya sepenuhnya dibiayai negara.

Yang terjadi ialah banyak sekolah negeri yang memaksakan diri. Sekolah negeri hanya menyiapkan ruang kosong, sedangkan tersedianya fasilitas untuk mendapat label internasional menjadi kewajiban orang tua murid.

Akibatnya, sekolah negeri bertaraf internasional memungut biaya hingga Rp28,5 juta per murid. Padahal, Kementerian Pendidikan Nasional telah mengalokasikan untuk setiap sekolah negeri berlabel internasional dana sebesar Rp300 juta-Rp500 juta/tahun.

Kita khawatir sekolah negeri bertaraf internasional hanya menambah lebar dan dalamnya kesenjangan sosial di tengah masyarakat. Mahalnya biaya mengakibatkan hanya anak-anak kalangan tertentu yang dapat menikmatinya. Anak-anak kelompok masyarakat miskin, tetapi cerdas, hanya menjadi penonton.

Sesungguhnya adalah kewajiban negara untuk meningkatkan kualitas pendidikan nasional terutama melalui sekolah negeri. Menghasilkan anak bangsa dengan kecerdasan yang bersaing di tingkat dunia jelas urusan dan tanggung jawab negara. Negaralah yang seharusnya dengan sadar menciptakan lebih banyak lagi sekolah negeri bertaraf internasional. Melemparkan kewajiban pembiayaannya kepada warga, jelas bukan contoh negara yang bertanggung jawab.

Konstitusi telah mematok anggaran pendidikan sebesar 20% dari APBN. Untuk tahun anggaran 2010 besarnya sekitar Rp209 triliun. Dari anggaran itulah seharusnya dialokasikan untuk membangun sekolah negeri bertaraf internasional secara bertahap.

Terus terang negara ini pada kenyataannya tidak memiliki politik pendidikan. Salah satu buktinya ialah terus dipertahankannya ujian nasional, tanpa memperbaiki sisi proses belajar dan mengajar. Daripada uang negara disia-siakan untuk membiayai ujian nasional, jauh lebih baik bila uang itu dipakai untuk memperbaiki proses pendidikan yang mengubah input menjadi output. Adalah kebodohan, berharap terjadi peningkatan mutu output tanpa memperbaiki proses konversi dari input menjadi output.

Membiarkan sekolah negeri sesukanya membuat sekolah internasional, dan serentak dengan itu menciptakan kasta dalam dunia pendidikan, juga bukti tersendiri bahwa negara tidak memiliki politik pendidikan yang adil.

Sangat memprihatinkan jika anak-anak dari keluarga miskin, tetapi cerdas akhirnya tergilas karena kemiskinannya.

Minggu, 31 Oktober 2010

Mimpi Sekolah Ekonomi Politik

   Mimpi besar Lingkar Kajian Putera-putri Sukabumi adalah menjadikan garda terdepan pembentukan "Masyarakat ilmiah" di Sukabumi, dari mimpi-mimpi tersebut elkipp's akhirnya memulai kerja-kerja diskusi,seminar,pelatihan dan round table discussion. kerja-kerja ini awalnya tidak mempunyai graind design besar untuk mempola bagaimana akhir dari semua rangkaian tersebut. namun ketika kawan-kawan elkipps mengikuti akademi merdeka yang diselenggarakan oleh Freedom institute yang diawali oleh Sahabat Ana Agustina (Direktur Elkipp's) & Samsul Hidayat (Wakil Direktur Elkipp's) mengikuti akademi merdeka II yang diselenggarakan di cico resort bogor, mulailah ada beberapa ide untuk lebih intens mempelajari dan mendalami apa liberalisme,pasar bebas & perdagangan bebas yang menjadi usungan dari Akadeka Merdeka dalam rangka Mengenalkan ide-ide ekonomi-politik medern.
   Ide dan pertautan dengan freedom institute tersebut semakin mengerucut ketika freedom menyelenggarakan Akademi merdeka III di grand cemara hotel jakarta, elkipp's kembali mengirim utusannya, yang saat itu di wakili oleh Sahabat Sukitman Sudjatmiko (Dewan Pembina Elkipp's), follow-up dari hal tersebut adalah membuat sekolah Ekonomi Politik di sukabumi yang diselenggarakan di Pondok Sakinah 23-24 Oktober lalu dengan mengusung tema "Menegaskan kerangka Paradigmatik Filsafat Individualisme Dalam ranah Ekonomi-Politik". SEP I ini sukses dilaksanakan berkat kerja sama dengan Freedom Institute Jakarta dan Frederich Naumann Stiftung, Lembaga Think-Thank dari Jerman, akhirnya selangkah demi selangkah mimpi besar elkipp's untuk bertautan dengan ide-ide besar kebebasan mulai terwujun. (Redaksi)

Kamis, 28 Oktober 2010

Bertanya Keadilan di Hari Sumpah Pemuda

Pengusutan Penembakan Mahasiswa UBK

Jakarta, Bingkai Merah – Tepat di hari Sumpah Pemuda, 400 mahasiswa dari empatbelas perguruan tinggi berunjuk rasa mencari keadilan atas penembakan mahasiswa Universitas Bung Karno (UBK) (28/10). Unjuk rasa dilakukan di tempat yang sama saat mereka merespon satu tahun pemerintahan SBY-Budiono yang dinilai gagal.

Para mahasiswa berdatangan dari arah kampus UBK pukul 14.30 WIB. Mereka meneriakan yel-yel anti pemerintahan SBY-Budiono dan usut tuntas kasus penembakan rekan mereka. Menurut mereka aparat yang menembak secara sengaja dan reaksioner ke arah mahasiswa yang menarik mundur merupakan gambaran pemerintahan yang mengabaikan kepentingan rakyat.

Mereka menuntut agar pelaku penembakan segera diadili. Semua bukti foto pelaku yang beredar di masyarakat melalui berbagai media sudah dianggap cukup jelas. Namun, sampai saat ini polisi belum melakukan tindakan hukum apa pun terhadap pelaku.

Di dalam kesempatan itu, mereka juga meneruskan tuntutan yang sama dari aksi sebelumnya, yakni turunkan pemerintahan SBY-Budiono yang pro-neoliberal. Menurut salah satu orator, di momen Sumpah Pemuda tahun ini, sudah saatnya kelompok-kelompok mahasiswa, pemuda, dan elemen gerakan rakyat lainnya bersatu dan sadar untuk segera mengganti pemerintahan saat ini karena semakin menyengsarakan rakyat.

Selain itu, mereka menuntut turunkan harga-harga kebutuhan pokok, usut tuntas kasus-kasus pelanggaran hak asasi manusia, usut tuntas kasus-kasus korupsi, kembalikan aset-aset nasional kemudian menasionalisasi, dan sejahterakan rakyat di pemerintahan yang baru.

Aksi unjuk rasa kali itu berlangsung hingga pukul 18.30 WIB. Sepanjang waktu, mereka membakar ban-ban bekas sembari meneriakan yel-yel perlawanan dengan semangat. Terlihat puluhan pelajar dan anak-anak bergabung di barisan massa aksi. Mereka antusias berlawan. Meski, tindakan penembakan bisa saja terulang kembali. Perkuat dan perluas radikalisasi perlawanan massa! (bfs)

Pondok Sakinah






LOGIKA FORMAL DAN DIALEKTIKA


”Pelajaran ini sejalan dengan ide-ide dialektika materialis­me, logika marxisme.”
”Terkejutkah anda betapa istimewanya proyek ini? Inilah para anggota dan simpatisan sebuah partai politik yang revolusioner di bawah ancaman pemerintah dalam PD II, perang terbesar  sepanjang sejarah dunia. Kaum pekerja ini, kaum revolusioner profesional ini, secara bersama-sama, bukan mendiskusikan soal-soal dan memutuskan ukuran-ukuran perlunya aksi-aksi segera, tapi bagi tujuan mengka­ji suatu ilmu yang nampaknya sebanding dengan matematika yang lebih tinggi yang berasal dari perjuangan politik sehari-hari.”
”Betapa kontras dengan gambaran harapan  gerakan marxis yang digambarkan terbelenggu oleh tangan kapitalis! Kelas pemilik dengan gambaran kaum sosialis revolusioner sebagai individu-individu gila yang membohongi diri dan yang lainnya dengan pandangan-pandangan fantastik dari suatu dunia pekerja. Kaum penguasa kapitalis seperti kanak-kanak yang tak bisa menggambar sebuah gambar dunia di mana mereka tidak ada dan di mana mereka bukan figur sentral.”
”Mereka mengklaim dipandu oleh logika dan akal sehat. Sekar­ang saatnya dunia ini mengambil satu pandangan untuk menentukan siapa yang irasional dan siapa yang berakal sehat: kaum kapita­lis atau kaum penentang mereka yang revolusioner. Monarki masyar­akat jaman ini mengamuk dan bertingkah laku seperti orang gila. Mereka menjbloskan dunia ke dalam pemunuhan massa untuk kedua kalinya dalam seperempat abad; membakar peradaban; dan ancaman merusak dasar-dasar kemanusiaan. Dan juru bicara bagi orang-orang miring ini menganggap kita gila dan perjuangan kami bagi sosia­lisme bukti ketidakrealistisan.”
”Tidak, justru sebaliknya. Di dalam berjuang melawan kegilaan kapitalisme terhadap sistem sosialis bebas dari penghisapan dan penindasan, perang-perang, krisis-krisis, perbudakan imperialis, dan barbarisme, kami marxis adalah orang-orang yang paling berakal sehat hidup. Itulah mengapa, tak seperti kelompok-kelom­pok politik dan sosial yang lain, kami ambil ilmu logika sebegitu seriusnya. Logika kami adalah alat yang sangat penting untuk membantu perjuangan melawan kapitalisme dan bagi sosialisme.”
”Logika dialektika materialis adalah, pasti, begitu berbeda dari logika yang ada dari dunia borjuis. Metode kita, seperti ide-ide kita, adalah, seperti yang kita ajukan untuk membuktikan, lebih ilmiah, lebih praktis, dan juga jauh lebih logis daripada logika yang yang lain. Kita mengutamakan pemahaman yang lebih luas dan kepemahaman prinsip-prinsip fundamental dari ilmu yang di sana ada suatu logika terdalam dari hubungan-hubungan menembus semua ralitas dan bahwa hukum dari logika bisa diketahui dan disebarkan kepada yang lainnya. Dunia sosial di sekitar kita hanya merupakan indrawi sperfisial. Ada metode pun dalam kegilaan kelas kapitalis. Kesulitan kita adalah menemukan hukum apa yang paling umum dari logika dalam dari alam, masyarakat, dam pikiran manusia.Sementara kaum borjuis hilang ingatan, kita harus berusaha meningkatkan dan memperjelas punya kita.”
”Kita punya preseden-preseden yang hebat untuk usaha semacam ini. Selama tahun-tahun awal PD I, Lenin, didalam pembuangan di Berne, Swiss, merangkum studi logika Hegel-nya secara simultan dengan mengembangkan program perjuangan bolseviknya menentang perang imperialis. Kesan dari karya teoritis ini dapat dilihat dari semua pemikiran, tulisan, dan tindakannya selanjutnya. Lenin mempersiapkan dirinya dan partainya bagi kedatangan peristiwa-peristiwa lewat penguasaan dialektika. Dalam bulan-bulan pertama PD II, saat mengatur pertempuran menlawan oposisi borjuis kecil dalam partaipekerja sosialis, Trotsky menekankan berkali-kali betapa pentingnya metode dialektika materialis dalam poilitk sosialis revolusioner. Bukunya, In defense of Marxism, berevolusi di sekitar poros teoritis.”
”Inilah, seperti didalam semua aktivitas kami, kami dipandu oleh pemimpin-pemimpin sosialisme ilmiah yang mengajarkan kebe­naran dialektika yang tak ada yang begitu prkatis dalam politik kaum proletar selain metode berpikir yang benar. Metode tersebut hanya lah metode dialektika materialis yang sedang kita kaji.”